Dalam buku Burchill yang berjudul Theories of International Relations edisi ke-3, chapter 10 telah membahas Green Politics
Theory (GPT). GPT merupakan teori alternative dalam studi
Hubungan Internasional yang membahas tentang lingkungan seperti, fenomena
pemanasan global, hujan asam, dan kerusakan lingkungan lainnya. Kehadiran Green Politics menurut Matthew Paterson
adalah sebagai kekuatan politik yang terlihat secara signifikan di berbagai negara pada sekitar
1970an. Dalam studi Hubungan Internasional, teori ini hadir pada abad ke-20.
Kehadiran teori ini dilatarbelakangi dengan adanya kesadaran para ilmuwan
hubungan internasional tentang isu lingkungan yang selama ini kurang
diperhatikan.
Green Politics
Theory (GPT) memiliki 3 asumsi dasar, pertama yaitu ecocentricethics. Dalam hal ini, GPT bertentangan dengan perspektif anthropocentric yang menganggap
bahwa segala kebaikan di dunia ini hanya berpusat pada manusia, sehingga
membuat manusia cenderung untuk bertindak eksploitatif pada alam secara
berlebihan agar bisa memenuhi kebutuhn hidup manusia itu sendiri.
Kedua, limits to growth yang mana banyaknya
populasi memberikan dampak terhadap sumber daya alam, meningkatnya pertumbuhan penduduk
juga akan mengakibatkan lahan yang tersedia di alam berkurang karena dijadikan
sebagai tempat tinggal. Oleh karena itu, pembangunan lahan dan pengolahan
sumber daya alam harus disesuaikan serta dirawat agar tetap terjaga
kelesatariannya.
Asumsi ketiga yaitu decentralisation of power, teori ini cenderung memilih
komunitas-komunitas lokal dalam mewujudkan perbaikan lingkungan. Teori ini
menganggap bahwa melalui komunitas-komunitas lokal lebih bisa memberi peluang besar
untuk bekerjasama dalam perbaikan lingkungan, dibandingkan dengan
negara-negara besar. Jadi, dimulai dari ruang lingkup yang lebih kecil dahulu
dalam melakukan perbaikan lingkungan.
Adapun perspektif lain mengenai isu lingkungan yang
sama dengan Green Politics Theory yaitu
Environmentalism. Keduanya memang
membahas tentang isu-isu lingkungan, namun Environmentalism
ini lebih menerima kerangka politik, sosial, ekonomi, dan struktur normatif
dari poltik global serta menggunakan struktur tersebut sebagai cara untuk
mengatasi permasalahan lingkungan. Hal ini bertolak belakang dengan Green Politics, karena ia menganggap
bahwa struktur tersebutlah yang menjadi penyebab utama terjadinya krisis
global.
Dari 3 asumsi yang melandasi pemikiran Green Politics Theory (GPT), terdapat beberapa
krtik, terutama kritikan tentang asumsi dasar yang ketiga. Kritik tersebut menyatakan bahwa, kekhawatiran terhadap komunitas lokal atau komunitas yang semakin
mengecil akan menjadi terlalu parosial dan self-interest
untuk melakukan suatu hubungan antar komunitas. Selanjutnya, mereka menyatakan
bahwa sebenarnya isu lingkungan tidak hanya masalah komunitas saja tetapi juga
masalah global, penyelesaian pun harus mengikutsertakan masyarakat global dan
tidak menyerahkan sepenuhnya pada komunitas-komunitas tertentu. Green Politics juga dianggap tidak
benar-benar meninggalkan kedaulatan negara seperti klaimnya, namun hanya mengubah
kedaulatan itu ke dalam bentuk yang lebih lokal atau lebih kecil lagi.
Sehubungan dengan hal tersebut, menurut penulis bisa dikatakan wajar jika Green
Politics Theory berasumsi tentang decentralisation of power. Karena dilihat dari latar belakang
terbentuknya teori GPT itu
awalnya datang dari komunitas atau sekumpulan orang-orang tertentu yang memang
peduli terhadap lingkungan. Pada saat itu juga kesadaran masyarakat internasional masih minim
terhadap masalah lingkungan. Karena,
sebelumnya dalam studi Hubungan Internasional hanya membahas mengenai isu-isu high politics saja, isu lingkungan saat itu masih dianggap bukan isu yang penting. Sehingga, hal tersebut bisa jadi salah satu dasar GPT untuk lebih
meyakini bahwa untuk mewujudkan perbaikan lingkungan itu yang dibutuhkan adalah melalui pembentukan komunitas-komunitas
lokal, dibandingkan dengan negara. Dalam hal ini, Negara
dianggap terlalu besar sehingga bisa dinyatakan bahwa negara tidak bisa
mengurus lingkungan secara efektif. Mesikpun memang masalah lingkungan ini
termasuk masalah yang mendunia. Namun, memang alangkah baiknya jika komunitas
tersebut dikembangkan secara global dan didukung oleh negara-negara maju di
dunia.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam studi Hubungan Internasional, GPT telah mampu memberikan
kontribusi yang cukup besar. Karena GPT bisa memberikan dasar yang sangat bermanfaat
terkait persoalan lingkungan di ranah global. GPT berhasil mendobrak
sekat-sekat dalam studi Hubungan Internasional yang selama ini hanya terfokus
pada persoalan negara saja (high
politics).
Comments
Post a Comment