Review Film Joker : Tragedi di Balik Komedi


           “Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti”, kalimat tersebut nampaknya sedang menjadi perbincangan hangat di media sosial, terutama di twitter. Pasalnya, kalimat tersebut sering muncul setelah film Joker yang dibintangi oleh Joaquin Phoenix resmi tayang di bioskop Indonesia. Film ini mampu menarik perhatian publik dan mengundang banyak komentar pro – kontra. Akting Joaquin Phoenix yang memerankan sosok Arthur Fleck telah membuat para penonton kagum. Di sisi lain, film ini sangat jelas menayangkan berbagai adegan kekerasan fisik yang memberi kesan bahwa tindakan kekerasan tersebut adalah hal wajar. Sehingga film ini tidak bisa sembarang dikonsumsi publik. Selain anak di bawah usia 17 tahun, orang-orang yang mengalami mental illness pun sebaiknya diberi peringatan untuk menonton film ini. Jadi, sebenarnya film Joker bercerita tentang apa sih?
            Film Joker menceritakan tentang seorang komedian yang mengalami kegagalan dalam hidupnya. Betapa tak mudah, menjadi seorang komedian yang mengidap penyakit gangguan jiwa. Bagi orang lain, penyakit gangguan jiwa yang dialami oleh Arthur lebih lucu dibandingkan dengan lelucon yang sengaja dibuatnya. Orang-orang sering menertawakan hal-hal yang sebenarnya hal tersebut menyedihkan bagi Arthur. Di samping itu, gangguan jiwa yang diderita Arthur membuatnya tidak bisa mengontrol tawanya, sehingga ia sering kali tertawa pada situasi yang tak tepat. Arthur kerap kali dipandang sebelah mata dan dianggap aneh oleh orang-orang sekitarnya. Ia adalah seseorang yang termarginalkan di lingkungan sekitarnya dan sering diejek.
Perlakuan buruk yang menimpa Arthur pun telah membuat kondisi mentalnya semakin parah. Penindasan yang dialami oleh Arthur lambat-laun telah mengubah dirinya menjadi penjahat yang tidak segan merenggut nyawa orang. Ia membunuh orang-orang yang dianggap telah menyakitinya dan mencoba melukainya. Setiap kali ia membunuh orang, ia tengah mengenakan topeng atau riasan seperti badut. Ia melakukan pembunuhan berulang kali tanpa ada rasa bersalah dan penyesalan. Arthur berubah menjadi sosok yang peberontak. Pemberontakan Arthur ini kemudian telah menginspirasi warga sekitar untuk bergerak melakukan aksi terhadap pemerintahan saat itu. Para warga yang melakukan aksi telah mengenakan topeng badut, sama halnya ketika Arthur melakukan tindakan kriminal. Hingga akhirnya badut dijadikan simbol sebagai pemberontakan. Adanya aksi tersebut berujung ricuh dan membuat keadaan semakin tidak kondusif.
Jalan cerita yang ditayangkan pada film Joker terbilang cukup kompleks. Film ini telah menggambarkan tentang berbagai konflik sosial, mulai dari gangguan mental, kesenjangan sosial, serta persoalan politik. Film ini menyadarkan kita bahwa, masalah gangguan mental atau depresi masih kurang diperhatikan. Adapun sisi positive yang bisa diambil setelah menonton film Joker, kita jadi tahu bahwa masalah depresi bukan persoalan yang remeh. Film Joker menyadarkan kita untuk mulai belajar menghargai seseorang dengan menjaga lisan atau pun sikap kita. Sebab, yang remeh bagi kita belum tentu remeh untuk orang lain, pun sebaliknya. Jangan sampai sesuatu yang dianggap lelucon ternyata berujung pada sebuah tragedi. 
So, apakah film ini bisa dijadikan rekomendasi? 
Jawabannya, tentu Ya..bisa! But not for kids and watch out for people who have mental illness

Comments